Pekanbaru, - Pemerintah Daerah mengajak Lembaga Kesultanan Siak untuk dilibatkan dalam peralihan antara Chevron dan Pertamina, seperti halnya yang terjadi pada tahun 1970. Sabtu Agu 07 /21. Alih kelola Wilayah Kerja (WK) Migas Rokan tinggal ‘last minute’, namun sampai detik ini belum ada nampak tanda-tanda Pemerintah Pusat maupun melibatkan Kesultanan Siak dalam hal peralihan antara Chevron dan Pertamina.
Kala itu, dalam peralihan antara NPPM kepada Caltex, Pemerintah Pusat dan Gubernur Riau saat itu Arifin Ahmad sebagai perwakilan Pemerintah Daerah, melibatkan Zuriat Kesultanan Siak yang berhadir dan turut menandatangani kontrak saat itu Tengku Syed Ibrahim bin Tengku Syed Abu Bakar. Beliau adalah Ayahanda dari Tengku Syed Muhammad Amin.
Apatah lagi saat pertama kali NPPM (SOCAL) melakukan eksplorasi Migas. Izin konsesinya diberikan oleh Sultan Siak. Kalau lah boleh di telaah, perlu juga diapresiasi pemerintahan saat itu bagaimana pun mereka sangat menghargai dan menjunjung tinggi kesejarahan Kesultanan Siak.
Apakah saat peralihan nanti Pemerintah saat ini mengabaikan fakta sejarah tersebut? Kita lihat saja saat Peralihan tanggal 8 Agustus 2021 nanti.
Saya ingin menceritakan bagaimana saat Lembaga Kesultanan Siak berhadir pada RDP Panja Migas di Komisi 7 DPR RI pada tanggal 9 Februari 2021 yang lalu. Wakil Gubernur Riau Bapak Edi Natar saat itu menyatakan akan melibatkan Kesultanan Siak dalam hal peralihan antara Chevron dan Pertamina sebagaimana dikutip pembicaraannya dengan saya sebagai berikut.
“Tengku, tak ado yang tak bisa diselesaikan, nanti di Pekanbaru kito duduk besamo, selesai tu, ” ungkap Wagubri kala itu. Dan saat itu Ketua Persidangan, Alex Noerdin juga sudah mengarahkan Bapak Wakil Gubernur Riau Edi Natar yang pada saat itu merupakan perwakilan dari Pemerintah Provinsi Riau untuk merangkul dan melibatkan Kesultanan Siak.
“Jangan pecah. Jangan pecah. Pak Wagub jangan sampai tidak dirangkul dari Kesultanan Siak ini, Tengku main cantik, jangan Emosi, ” ujar Alex Noerdin kala itu.
Tersebab fakta sejarah keberadaan Blok Rokan berawal dari Zaman Sultan Syarif Kasim, Alex Noerdin juga mengarahkan SKK Migas dan Chevron serta Pertamina yang juga hadir saat itu untuk tidak meninggalkan permasalahan di saat ‘take over’ nanti.
Oleh karenanya saat ini kami yang hadir saat itu dari Lembaga Kesultanan Siak mempertanyakan kembali niat baik dari Pertamina dan Pemerintah Provinsi Riau. Apa memang hendak menghilangkan Kesejarahan Kesultanan Siak di Negeri Riau ini? Kalau betul itu adanya, kami dari seluruh Zuriat Kesultanan Siak siap meminta kepada Negara agar Kabupaten Siak menjadi Daerah Istimewa!
Menilik dari kronologis fakta RDP Panja Komisi VII saat itu, dan mengingat bahwa sejak Sultan Syarif Kasim II memberikan izin untuk mengeksploitasi Migas di Wilayah Kesultanan Siak Sri Indrapura sampai saat ini, kami kerabat dan lapisan masyarakat Riau yang berada di Wilayah Kesultanan Siak dan khususnya anak cucu cicit yang terkait darah Sultan Siak, tidak pernah tersentuh langsung dari hasil tetesan minyak dari perut bumi negeri sendiri.
Dengan akan berakhirnya kontrak PT CPI mengelola Blok Rokan ini, maka kami dari Lembaga Kesultanan Siak menyatakan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, menuntut PT Chevron Pacific Indonesia memberikan royalti sebesar USD 2, 5 untuk setiap barel minyak yang telah dieksploitasi dari bumi dan tanah wilayah Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Kedua, menuntut Pemerintah Indonesia Cq Pertamina atau PT Pertamina Hulu Rokan memberikan royalti sebesar USD 2, 5 untuk setiap barel Migas yang dieksploitasi dari bumi dan tanah Wilayah Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Lembaga Kesultanan Siak ini juga sudah siap dipagari oleh Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Kubu di Rohil, Ketua Adat Bathin Suku Sakai, Masyarakat Adat Kampar Kanan dan Masyarakat Adat Tujuh Kenegerian di Kampar, serta Majelis Persekutuan Melayu Serumpun di Dumai dan kami dari Lembaga Kesultanan Siak, juga terus menjalin hubungan baik dengan Kesultanan yang ada di Nusantara ini.
Untuk itu, sebagaimana orang Melayu selalu bijak mengingatkan, jika bertanam budi dan membalas budi merupakan perbuatan mulia dan terpuji, dan orang tetua Melayu mengatakan “Bile sudah temakan budi, disanelah tempat Melayu mati” (dikutip dari Tunjuk ajar Melayu).
Jadi sudah begitu besarnya Sultan Siak menanam Budi pada Negara dan Negeri ini, kalau pun masih tak terkenang dan malahan cenderung menghilangkan bukti Kesejarahan Sultan Siak ini, sepertinya Negara dan Negeri ini sebagaimana peribahasa Melayu ‘Lupa Kacang pada Kulitnya’, dan tak salah rasanya kalau kami Zuriyat Sah Kesultanan Siak Sri Inderapura yang bertautin pada Lembaga Kesultanan Siak, nanti akan menuntut sampai ke Pengadilan Internasional sekali pun. Tak Melayu Hilang di Bumi. (Mulyadi).